LE JOURNAL DE LA VIE : REFLEKSI SMA BAGIAN 1
Orientasi pilihan
Mengingat masa Sekolah Menengah Atas merupakan
keadaan dimana seseorang merindukan proses hidupnya. Setiap perjalanan
terkadang sampai pada titik balik dan suatu ketika perlu mengembalikan titik
itu sebagai upaya penyadaran bahwa proses yang telah dilalui sudah jauh
dicapai.
Pada
kesempatan kali ini, saya akan menceritakan kembali perjalanan perkenalan saya
memasuki masa sekolah menengah atas. Kala itu, tahun 2011 saya baru memasuki
satu fase baru dalam hidup yakni memilih jalur sekolah umum dibandingkan dengan
sekolah agama.
Orientasi kala itu adalah pertama,
mengapa tidak mencoba jalur lain yang sedikit berbeda dengan keluarga, ayah
saya berasal dari sekolah menengah atas, kemudian dua kakak sepupu saya juga
berasal dari sekolah menengah atas yang notabene pelajarannya tidak terlalu
spesifik dengan agama. Kemudian, kedua, pengalaman baru untuk memperoleh banyak
teman yang lebih bervariasi dengan asal dan latar belakang berbeda. Ketiga,
kemungkinan untuk memperoleh perguruan tinggi negeri karena diperkenalkan sejak
dini persaingan tanpa batas.
Pada
akhirnya, saya memilih untuk memilih tiga sekolah kala itu. SMA Negeri 48
Jakarta, SMA Negeri 62 Jakarta, dan SMA Negeri 113 Jakarta. Perolehan nilai
hasil ujian nasional saya tidak terlalu bagus saat itu, namun, itu adalah hasil
kejujuran saya. Saya bangga akan itu. Bagi saya, kejujuran adalah penilaian
paling dilihat oleh Tuhan.
Menunggu hasil yang cukup lama...
Pada
akhirnya, saya memperoleh posisi di SMA Negeri 62 Jakarta, yeay, akhirnya..
setelah menunggu cukup lama setelah terlempar dari SMA Negeri 48, jelas karena
nilai saya tidak mencukupi, di sana diperuntukkan untuk orang-orang yang lebih
cerdas lagi.
Loh, lalu, SMA 62?
Tentunya,
SMA 62 juga memiliki kualifikasi yang tinggi. Buktinya saya berhasil meraih
posisi kedua.... dari bawah.. haha. Alhamdulillah,
masih diberikan kesempatan oleh Allah untuk masuk ke SMA 62 Jakarta. Orientasi
berikutnya : Negeri. Artinya, biaya yang memungkinkan dikeluarkan oleh orang
tua saya tidak terlalu banyak.
Mempersiapkan
diri dan pendaftaran ulang bersama papa tersayang, beliau tanpa jenuh menemani
saya dan membantu mengecek segala berkas yang diperlukan untuk kelengkapan di
sekolah itu.
Hal
pertama yang saya pikirkan ketika daftar ulang adalah “Anak-anaknya pasti
pintar-pintar semua, bisa tidak ya mengimbangi, kebanyakan dari SMP 20 yang
notabene sekolah unggulan, adapula lulusan dari SMP 49, wah itu lebih pinter
lagi.” Kata hatisayakala itu.
Namun,
semua itu saya coba alihkan dengan tetap berfokus untuk satu niat, yakni
Menuntut Ilmu demi perbaikan diri dan kehidupan di masa depan karena yang Maha
Kuasa. Semangat sasa!
Seringkali
saya katakan kepada sekolah itu melalui hati
“Wahai sekolah, Selamat
bekerja sama dengan saya ya, semoga kita bisa saling membantu dan memberikan
kenyamanan satu sama lain” ucapsayadalam hati.
Pengarahan
Masa Orientasi Siswa.
Pada
hari pertama pengarahan Masa Orientasi Siswa, saat itu saya masih sangat merasa
asing. Ya, masih dipenuhi rasa perbedaan karena saya tidak memiliki teman yang
berasal dari satu instansi Madrasah Tsanawiyah yang masuk ke sekolah itu.
Saya
mengingat kondisi saat itu, kami dikumpulkan di lapangan untuk diarahkan
sebagaimana biasanya oleh kakak-kakak OSIS dan MPK. Di saat itu, saya memulai
orientasi jitu sok kenal sok dekat, saya mulai menyapa salah seorang teman di
depan saya, ia mengenakan kaca mata berwarna pink. Dia terlihat seperti orang
yang sangat cerdas. Saya menyapanya, kami saling berkenalan, dia menyebutkan
namanya dengan “Nadia Aulia”. Dialah teman pertamasayadi sekolah menengah atas.
Kami bercakap-cakap, kemudian saya mengajukan pertanyaan, apakah dia sudah
memiliki teman untuk duduk bersama di kelas, dan dia menjawab belum. Lalu, saya
pun menawarkan kepadnya untuk duduk berdua, dan ya, dia mau duduk dengan saya
pada akhirnya.
Kami
diarahkan untuk memasuki kelas masing-masing, kelas X-2 adalah kelas yang
diperuntukkan untuk saya, pada awalnya saya tidak mengetahui indikator apa yang
membuat pembagiannya seperti itu.
Kelas
X-2 saat itu memperoleh 4 pendamping selama masa orientasi siswa antara lain,
ka Fawwas Faruqi, Ka Putri Anjar, Ka Sheila, dan Ka Marsha Hanin. Saat ini
mereka ber-4 telah memiliki jalannya masing-masing. Ya, yang saya ketahui ka Fawwas kini melanjutkan studinya
di Universitas Brawijaya, selain itu saya tidak mengetahuinya. Saya hanya
berharap, mereka ber-4 senantiasa dalam keadaan sehat dan segala hal yang
mereka harapkan mampu dicapai seiring dengan ridhoNya.
Kelas
MOS kala itu masing-masing memiliki nama bagus, semua didasarkan oleh nama
dinasti, ada Dinasti Abbasiyah, Ottoman, dan lain sebagainya. Kelas saya, X2,
memperoleh nama OTTOMAN yang berasal
dari Turki.
Pada
hari pengarahan MOS tentu saja kami mempersiapkan yel-yel, memperkenalkan diri,
bermain games, dan mempersiapkan list barang-barang yang akan dibawa selama pelaksanaan
MOS.
OTTOMAN
JUARA YEL-YEL
“KAMI
JUARA YEL-YEL”
Hal
yang selalu terkenang dalam hati kelas OTTOMAN adalah juara yel-yel. Padahal,
kami baru latihan kurang lebih 2 kali pada hari senin sebelum tampil di
lapangan. Sungguh menakjubkan. Tulisan lirik lagu yel-yel kami letakkan dibalik
karton yang bertuliskan nama kelas kami.
Saat
itu kami benar-benar ksaya, namun seketika ada satu dua orang yang memeriahkan
yel-yel kami, gerakan kami, kami jadi semakin bersemangat untuk melaksanakan
yel-yel. Sungguh cukup membingungkan untuk dideskripsikan, andai ada
dokumentasi tersisa mungkin akan saya tampilkan. Lagu yang kami bawakan saat
itu adalah kompilasi lagu sherina- geregetan, kemudian dangdut – yang saya lupa
judulnya – dan ya, kami juara, yel-yel terbaik. HORE!
11 Desember 2016
Salsabilaluna
Comments
Post a Comment