Le Journal de la vie : Pandangan Tentang Cinta dan Mencintai
Cinta, dan mencintai hakikatnya adalah suatu fitrah.
Memang seringkali cinta terlihat abstrak bahkan tidak bisa dimaknai secara
nyata. Semua itu berangkat dari hati manusia, suatu fitrah yang menjadi bagian
dari rangkaian kehidupan manusia. Dalam hidup ini secara umum ada dua jenis
cinta pun mencintai, antara lain cinta karena hasrat dan cinta dengan
ketulusan. Dalam konteks hidup di dunia, ada dua rangkaian cinta yang akan
menjadi bagian dari hidup manusia, yakni
cinta pada Tuhan dan cinta terhadap manusia.
Pertama, Cinta kepada Tuhan.
Cinta kepada Tuhan adalah hal yang menjadi napas bagi
setiap manusia yang meyakininya. Tuhan menjadi penguat abadi dan kekal. Cinta
kepada Tuhan membawa manusia ke suatu ruang yang penuh kedamaian dan
ketenangan. Hal ini dikarenakan cinta Tuhan tidak mampu dipahami oleh logika,
tapi dengan hati secara utuh. Mencintai Tuhan dengan tulus akan menguatkan jiwa
manusia, karena cinta Tuhan pun penuh ketulusan terhadap hambaNya. Cinta Tuhan
merupakan representasi kebesaran Tuhan yang bersifat hakiki. Dalam konteks cinta dan mencintai Tuhan, tidak ada
satu hal pun yang bersifat tidak tulus. Semua hal berjalan dengan sangat tulus.
Sejak dunia hingga akhirat.
Kedua, Cinta terhadap manusia.
Mencintai manusia dalam hal ini merupakan suatu fitrah
yang diperkenankan oleh Tuhan, karena Tuhan menciptakan dunia ini dalam beragam
pasangan yang seimbang, baik siang malam, laki-laki dan perempuan, benci dan
cinta, hidup mati, hitam putih. Oleh karena itu, Tuhan perkenankan manusia
merasakan rasa cinta, sebagai rangkaian melengkapi hidup manusia menuju
rangkaian perjalanan menuju Tuhan.
Cinta dalam konteks ini adalah perasaan kasih sayang,
saling melengkapi, saling memahami dan mampu membimbing ke arah keridhoan
Tuhan. Cinta yang menjadi fitrah di dunia adalah mencintai manusia karena
Tuhan. Dengan ketulusan dan tanpa kebohongan, menebarkan cinta bermakna
menhapus segala hal yang bersifat tidak harmonis.
Seringkali manusia di dunia ini mencintai dengan
tulus, namun ia tidak dicintai sebaliknya oleh manusia lain. Dalam hal ini
sebagai contoh, seorang perempuan baik mencintai seorang pria yang kiranya
tidak sama sekali menyukai bahkan mencintai perempuan itu. Ketulusan cinta
perempuan itu hakikatnya bukanlah suatu kesalahan. Ini adalah suatu proses
memahami bahwa tidak semua manusia berkenan untuk memulai bahkan menerima cinta
yang tulus. Manusia seringkali ditenggelamkan oleh hasrat, bukan ketulusan
hati.
Mencintai bukan perkara saat itu saja, melainkan
sampai akhir hidup. Tuhan memperkankan rasa cinta berkembang dalam hati manusia
untuk menjadi pengingat bahwa cinta manusia yang saling terikat karena Tuhan
akan membawa pada kebahagiaan di dunia pun di akhirat. Namun, sayangnya hal ini
sangatlah jarang.
Mencintai dengan tulus bukan perkara seberapa cantik
dirimu, seberapa cerdas dirimu ataupun seberapa kaya dirimu maka akan ku
cintai, melainkan seberapa yakinkah atau tuluskan kau menerima ku untuk membuat
suatu keterikatan menuju kebahagiaan hakiki bersama Tuhan, dengan keridhoannya
kebahagiaan akan diperoleh, tidak hanya di dunia ini melainkan sampai akhirat
nanti.
Mencintai karena fisik akan berakhir dengan kebosanan
karena hakikatnya fisik hanya sementara. Cantik, tampan, mempesona, menawan
akan berubah menjadi tua, renta, dan membosankan. Semua rasa cinta dan
mencintai dengan alasan ini akan hilang begitu cepat seiring dengan menemukan
manusia yang lebih cantik, lebih dari sebelumnya. Ini adalah sesuatu yang
mendominasi di kalangan masyarakat.
Sungguh menyedihkan.
Ya, menyedihkan tatkala melihat baik laki-laki atau
perempuan yang berkenan mencintai dengan tulus, dikhianati karena tampilan
fisik mereka tidak sesuai dengan keinginan pihak yang mereka cintai. Betapa
merugikan sebenarnya mereka yang mengabaikan cinta seorang manusia yang
dihantarkan dengan ketulusan.
Cinta yang hakiki adalah cinta yang mampu
menghantarkan manusia itu kepada cinta Tuhan yang abadi. Jika cinta di dunia
ini hanya terfokus pada hasrat dan penampilan, maka kapankah kita akan
merasakan indahnya cinta Tuhan yang begitu tulus. Cinta manusia yang tulus menjadi wakil dari
cinta Tuhan di dunia ini. Ketulusan cinta manusia hakikatnya hanya menggambarkan sedikit dari
cinta Tuhan. Mencintai dengan tulus adalah suatu langkah besar, bagi orang yang
tidak terbiasa, hal ini adalah suatu hal yang besar untuk dijalankan.
Hasrat yang masih mendominasi akan menguasai hati dan
jiwa, sehingga hanya kesia-siaanlah dan kerugianlah yang akan diperoleh
orang-orang yang tidak mencintai atau menerima cinta dengan tulus. Mereka hanya
akan kehilangan sosok manusia tulus yang akan menghantarkan mereka pada
kebahagiaan hakiki, yakni Cinta Tuhan.
Jadi, sebenarnya cinta terhadap manusia adalah
rangkaian, adalah fitrah yang diciptakan untuk berfokus atau terfokus pada
pencapaian akhir, mencintai Tuhan dengan tulus.
Jika kau mencintai manusia, bersyukurlah kau
mensyukuri fitrah yang Tuhan karuniakan padamu.
Namun, ingatlah, jangan
bersandar pada cinta manusia, karena hal itu hanya bersifat sementara dan tak
mampu menopangmu dalam jangka waktu lama. Jangan berharap lebih pada manusia,
karena kecewa akan menghampirimu. Berharaplah pada kasih sayang, Tuhan. Tuhan
selalu mencintai hambaNya lebih dari cinta manusia terhadap Tuhannya.
©Salsabilaluna, 06 Juni 2017.
Comments
Post a Comment