Le Journal de la vie : Usaha Melupakan pelangi

"Dibalik menyibukkan diri ada sesuatu yang berusaha untuk dilupakan" (anonim)


Sekiranya setiap orang memiliki preferensinya untuk menyembunyikan sesuatu, entah untuk menghindari fitnah atau menguatkan diri pribadi. Sekiranya pun begitu dengan diri ini. Spesifikasi sesuatu yang harus dilupakan terkait dengan hati, semua orang berhak merasakan gamangnya hati, bukan ? hati tengah mempertimbangkan sesuatu yang seharusnya ia lakukan, untuk melupakan.
Bukanlah suatu perkara mudah melupakan suatu kenangan yang telah mengikat. Siapapun yang meninggalkan jejak di dalam langkah kehidupan kita tentu akan berbekas. Sekiranya, jejak langkah pelangi yang menyibakkan itu masih ada. Sebesar apapun kiranya hati memaksa untuk melupakan, semua kenangan hakikatnya hanya akan kembali terngiang. Dengungan dan ingatan yang menjadi memori jangka panjang telah terurai.

Segala upaya kiranya telah dilakukan dengan menyibukkan diri, semaksimal mungkin. Namun begitu, jejak itu seolah-olah masih memenjarakan hati yang ingin terbang bebas, tidak memiliki atau bahkan dimiliki. Bagi sosok yang meninggalkan jejak, hakikatnya meninggalkan adalah suatu hal yang mudah dilakukannya. Tetapi, tidak dengan yang ditinggalkan.

Sekiranya, jejak pelangi itu acapkali masih memancing rasa ingin tahu diri ini untuk menggali lebih dalam, dimanakah letak pelangi itu? masihkah mampu untuk mewarnai zona kelabu ini dengan sinarnya yang membahagiakan dan penuh keindahan? Apakah pelangi itu baik-baik saja? Diri ini menyadari bahwa pelangi akan hilang, karena ia hanya sementara hadir pasca hujan turun membasahi hati yang kering ini. Namun, diri ini menahan sesaknya rindu melihat pelangi.


Sekiranya, dapat dikatakan bahwa upaya melupakan ini gagal, kembali gagal tanpa sebuah alasan yang jelas. Bisakah diri ini kembali terikat dengan pelangi selamanya? sekiranya itu adalah sebuah pertanyaan yang tidak akan mampu dijawab.

Pelangi itu kembali datang, namun, langkah ini tidak berani untuk mendekati pelangi terlalu dekat. Di sisi pelangi itu telah ada pendamping. Langkah ini terhenti dibalik semak-semak yang berduri, sehingga duri itu seringkali melukai.
Diri ini nampaknya merindukan pelangi yang begitu dalam, sehingga kerap kali pelangi mengetuk pintu mimpi diri ini seolah juga merindu. Meski kenyataanya, nampaknya tidak ada kerinduan dari sisi pelangi. Hanya ada di diri ini, zona kelabu yang menginginkan kembali kembali menyinari raut yang sendu ini. Wahai, pelangi. Senja adalah duniaku. Maukah kau untuk hadir dan mendampingi senja sehingga indahnya akan semakin mewarnai hari ?


© Lejournaldelavie, 04 Juni 2017 ǀ SF

Comments

Popular Posts